Dua hari lalu, saya menerima paket berisi buku
tulisan Pak Anton Tabah berjudul: “Tuhan Selalu Hadir Dalam Hidupku.” Saya
tertegun sejenak, karena bagi saya Pak Anton, seorang Brigadir Jenderal Polisi,
tidak asing lagi dalam kehidupan saya. Karena hampir sebulan dua kali hand phone saya berdering di sepertiga
malam, membangunkan saya dari lelap, terbaca jelas oleh saya firman-firman
Allah SWT mengenai keutamaan Shalat Tahajjud. Sang pengirim tertulis di bawah,
singkat, Anton Tabah.
Ya, Pak
Anton Tabah adalah seorang Jenderal Polisi yang santun dan rendah hati.
Berbicara dengan beliau sangat mengasyikkan, dan tak lepas dari kemahaabesaran
Sang Khalik. Oleh karena itu jika buku ini berjudul: “Tuhan Selalu Hadir Dalam
Hidupku,” memang benar. Pak Anton Tabah tidak pernah meninggalkan Sang Pencipta
dalam melakukan berbagai kegiatan. Sebagaimana sambutan Ustadz Bachtiar Nasir
di awal buku tersebut ketika menguraikan Ketabahan Sang Jenderal: “Jika ada
tempat paling suci di bumi yang pantas Allah kunjungi, maka qalb seorang hamba yang menyerupai Arsy-lah tempat suci yang akan dikunjugi Allah. Kesadaran dan
kebersamaan selalu dengan Allah yang menjadi ukuran bahagia dan sengsaranya
kehidupan, secara aplikatif dapat diukur dari tingkat ketaatan seseorang pada
aturan-aturan Allah dan Rasulnya.”
Awal
berkenalan dengan Pak Anton Tabah dimulai sejak saya menjadi Pemimpin Redaksi/Penanggungjawab
Majalah Markas Besar Kepolisian RI, “Fakta dan Hukum” (FAHUM), tahun 2008 dan
beliau adalah sebagai Pengarah Majalah tersebut. Sejak itu saya berhubungan
akrab dengan beliau. Dilema yang dihadapi Pak Anton Tabah ialah saat-saat
diperintahkan menjadi ajudan Pak Harto setelah lengser. Coba bayangkan ketika
itu Pak Harto dihujat oleh bangsa. Di saat itu pula Pak Anton Tabah harus
mendampingi Pak Harto.
Tahun 1998, Pak Anton pulang ke kampung halamannya, Yogyakarta (halaman
9). Seteah sholat tahajud dengan doa-doanya, Simbok menyapaku “Ada apa Le kok
pulang selarut ini?’ tanyanya dengan lembut. Le adalah kependekan dari kata
Thole, biasa Simbok kalau memanggilku. Lalu saya jawab,”Begini Mbok, saya
mendapat tugas baru, mendampingi Pak Harto di Jakarta. Saya mohon petunjuk,
Mbok.”
Memang ini pulalah teladan dari seorang Anton Tabah. Ibu adalah tempat
mengadu jika kehidupan di dunia ini terasa sesak. Ketika dunia ini sempit,
dilematis. Ketika kepada Allah SWT telah kita pasrahkan hidup ini, maka memang
ibu adalah tempat yang nyaman untuk berbagi.
Ibu Pak Anton Tabah, terdiam lama dan terus melanjutkan wirid
Asmaul-Husna dengan khusyuk. Setelah sholat Shubuh, simbok baru dialog dengan
saya. Setelah merenung dan meminta mohon petunjuk Allah SWT, si ibu berkata:”Le.
Kalau itu perintah pimpinan, laksanakan! Mendampingi orang besar yang sedang
susah jauh lebih mulia ketimbang mendampingi orang besar yang sedang senang.”
(halaman 10).
Ini
merupakan sub bab dari buku setebal 168 halaman yang diterbitkan CV.Sahabat
Klaten, Agustus 2012. Berbagai hal dialami Pak Anton Tabah, bagaimana caranya
Pak Anton menolong wanita melahirkan di pinggir jalan, Hampir dikeluarkan dari
Selapa dan bahkan akan dipecat dari Polri.
Sangatlah
tepat apabila Prof.Dr.Komaruddin Hidayat , Intelektual Muslim/Rektor UIN Jakarta dalam sepatah dua katanya dalam
buku ini menggarisbawahi, bahwa”Pak Anton Tabah adalah contoh. Dia dikenal luas
oleh masyarakat akademis,TNI/Polri dan pemerhati hukum, bukan karena
jabatannya, tetapi karena intelektualnya…Setelah membaca buku ini kita semakin
lengkap mengenalnya yang pemahaman agamanya cukup tinggi…”
Komentar