KETIKA KARYA BESAR SASTRAWAN MINANG ITU DIFILMKAN


Siapa pun pasti bangga mendengar Novel "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck" salah satu novel karya Sastrawan Minangkabau Alm. Prof Dr Haji Abdullah Karim atau yang lebih populer dengan singkatan Hamka itu difilmkan.

Pada bulan Desember 2013, seluruh masyarakat Indonesia, kalau sesuai rencana, akan menyaksikannya di berbagai bioskop tanah air. Film ini diproduksi oleh Soraya Intercine Films. Sudah tentu seluruh peristiwa berdasarkan novel lagendaris Buya Hamka di tahun 1939, di mana sudah dicetak sebanyak 80 ribu eksemplar, bahkan lebih.

Yang jelas pemain film adalah putera bangsa Indonesia. Tetapi memang perlu memperoleh beberapa catatan. Pertama, apakah roh atau pesan-pesan yang disampaikan di dalam Novel seorang alim ulama Buya Hamka bisa terwakili? Kedua, peran yang dimainkan sesuaikah dengan budaya asli bangsa Indonesia dalam hal ini Minangkabau?


Bagaimana pun sebuah pesan yang disampaikan merupakan kunci utama dari sebuah Novel Buya Hamka. Keberhasilan penulisnya. Sama halnya dengan Novel Pramudya Ananta Toer yang kalah dalam pemilihan Nobel Sastra. Salah satu faktor kekalahannya, roh atau jiwa yang disampaikan dalam bahasa Indonesia tidak terwakili dalam terjemahan bahasa Inggrisnya. Menurut saya, roh dan jiwa itu jika di adaptasi ke film akan memiliki nilai yang sama.

Buya Hamka itu asli berasal dari Minangkabau. Ini yang perlu digarisbawahi. Berasal dari keluarga Muslim yang taat. Lahir di Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, 17 Februari 1908 dan meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 di usia 73 tahun. Beliau adalah sastrawan Indonesia, sekaligus ulama, ahli filsafat dan aktivis politik. Jangan hendaknya dengan munculnya film tersebut, membuat protes di kalangan berbagai pihak. Kita menginginkan dengan munculnya film ini menambah bobot dari ulama, sastrawan Indonesia itu. Jangan sebaliknya.

Cukup sudah beberapa fitnah yang dialamatkan kepadanya. Lebih menyakitkan novelnya “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” ini pernah dituduh hasil plagiat dari novel "Magdalena" yang merupakan saduran penyair Mustafa Luthfi Al-Manfaluthi (1876-1942) dari roman yang ditulis pengarang Perancis Alphonse Karr, "Sous les Tilleuls". Tetapi sejauh ini tidak ada bukti-bukti bahwa Hamka adalah seorang Plagiator.

Komentar