SEJARAWAN JANGAN BERKHIANAT

Oleh Dasman Djamaluddin (Ketua Divisi Hukum dan HAM ICMI Orda Kota Depok)

Seorang Sejarawan tidak jauh berbeda dengan seorang ilmuwan, intelektual atau cendekiawan. Tugasnya mencerahkan pemikiran orang lain, mendorong orang lain untuk lebih maju, lebih terbuka dalam hal melihat berbagai permasalahan. Kadang-kadang tugas ini punya getaran gelombang yang sama dengan para pemimpin agama. Dia juga menurut W.S.Rendra (alm), harus "berumah di angin", tidak mau terikat oleh suatu sistem yang menghalangi kebebasannya.Harus bebas pula dari ikatan bathin sehingga konsekuen menurut keyakinan intelektualnya dan tidak bisa dipaksa jika dia sendiri tidak yakin.

Itulah yang terjadi pada diri saya baru baru ini. Saya dipaksa untuk mengakui sebuah kebenaran yang menurut mereka yakin benar. Adalah Arif Wicaksono Hendradiningrat yang mengajak saya agar sebagai sejarawan universitas sekelas UI seharusnya tidak perlu meragukan lagi
kebenaran fakta sejarah mengenai pengibar bendera pusaka 17 Agustus 1945, yaitu ABDUL LATIEF HENDRANINGRAT dan SOEHOED. Keluarga kami katanya, sudah lama bersabar atas pembohongan publik oleh ILYAS KARIM. Puncaknya yaitu
ketika diadakan acara oleh stasiun TVONE di Gedung Juang 31, padahal
disitu ada ruangan yang memuat siapa pelaku dan saksi sejarah mengenai Detik-detik Proklamasi 17 Agustus 1945.


Sebagai seorang ilmuwan saya tidak bisa melakukan hal ini. Begitu pula ketika saya melakukan dialog dengan Ketua Umum LVRI (Legiun Veteran Republik Indonesia) Letjen (Purn) Rais Abin baru-baru ini yang mengatakan LVRI datanya otentik. Saya pun tidak bisa menyetujuinya. Semuanya harus diuji karena masih ada pihak lain yang mengatakan merekalah yang benar. Seperti Ilyas Karim yang masih hidup dan Andaryono (d.a.Supriyadi) yang saat itu menyamar dan tinggal di rumah Bung Karno (dikutip dari Buku Mencari Supriyadi, 2008, hal.85). Kedua tokoh ini mengakui hal yang sama dengan Abdul Latif Hendradiningrat. Inilah latar belakang mengapa saya mengusulkan ada suatu dialog atau seminar internasional untuk mempertemukan ketiga pihak ini. Jika yang sudah meninggal sudah tentu diwakili keluarga masing-masing. Silahkan tunjukkan data yang otentik, seperti permainan tinju yang kalah harus mengakui yang menang. Hasil diskusi boleh dianggap sebagai data otentik. Inilah resiko yang ditanggung, bila bangsa ini tidak rapi menyimpan arsip bahkan biasanya arsip-arsip ini kita temukan di luar negeri.Selama kita masih sembrono mengarsipkan peristiwa-peristiwa bersejarah, biarkan mereka masing masing bebas mengklaim. Jangan ada saling kecam dan mengatakan merekalah yang paling benar.

Asvi Warman Adam di dalam sebuah harian ibu kota pernah mengatakan,......pengendalian sejarah tergantung pada "dapur" tempat sejarah itu diolah: siapa sejarawannya, di lembaga mana dia bekerja.Makin independen lembaga/pribadi yang menulis, makin otonom hasil karyanya. Untuk ini saya sependapat dengan Pak Asvi. Sejarah yang dibuat oleh seorang militer, pegawai negeri sudah tentu berbeda dengan yang dibuat oleh seorang ilmuwan dari sebuah perguruan tinggi yang independen.

Tulisan sejarah tidak ada yang betul-betul sempurna, dan juga betul-betul lurus. Itulah yang dikatakan Dr.Alfian, salah seorang sejarawan Indonesia yang terkenal pada masanya. Diakui bahwa ahli sejarah tentu berusaha keras untuk bersikap obyektif dalam menulis karyanya. Sungguh pun begitu, jauh di lubuk hati dan alam pikirannya, mereka mengetahui betul bahwa adalah mustahil bagi siapa saja, betapapun pintar dan ahlinya, untuk menghasilkan tulisan sejarah yang dapat dikatakan betul-betul obyektif dan sempurna. Sebuah tulisan sejarah memang dapat dikatakan, ditinjau dari segi mutu dan sebagainya, lebih obyektif dan lebih sempurna dari karya-karya lainnya. Tetapi tulisan tersebut tidaklah dapat dikatakan sebagai sesuatu yang final atau sebuah karya tanpa kelemahan dan kekurangan sama sekali. Di samping banyak tulisan sejarah yang buruk dan tidak bermutu, biasanya ada sejumlah karya yang dinilai baik dan berkualitas tinggi.

"Itulah antara lain sebabnya mengapa sejarah merupakan salah satu bidang studi bagaikan sumur penelitian yang tak pernah kering atau lahan pengkajian yang tak pernah habis. Dari waktu ke waktu, dari generasi ke generasi, berbagai ahli datang menimba atau menggarapnya, dan dari situ lahir karya-karya sejarah baru memperkaya khasanah yang sudah ada yang terus membesar," ujar Alfian.


Komentar

Eko Iqbal mengatakan…
mantap bos, ditunggu tulisan berikutnya