JERIT TANGIS ROHINGYA DARI NEGARA TETANGGA


Ketika kumandang takbir bertalu-talu di seluruh dunia Muslim, Allahu Akbar, Allahu Akbar…, di sebagian negara mengucap syukur atas kemenangan di Hari Idul Fitri. Mereka ada yang menangis, terharu karena berhasil melaksanakan ibadah puasa di Bulan Ramadhan, juga sekaligus sedih, karena bulan penuh berkah itu telah pergi meninggalkan kita. Entahlah apakah kita akan bertemu di tahun depan atau tidak, Allah lah yang Maha Tahu.


Jika sejenak kita menyaksikan Shalat Ied di Bangladesh, perbatasan Thailand-Myanmar, pun di negara kita, Medan, terlihatlah oleh kita sebagian kecil dari mereka dengan pakaian seadanya, dengan mata yang sayu, kelelahan, ikut serta Shalat Ied bersama kita. Ya, itulah etnis Rohingya grup etnis beragama Islam di Negara Bagian Rakhine Utara di Myanmar Barat yang  populasinya  terkonsentrasi di dua kota utara Negara Bagian Rakhine (sebelumnya disebut Arakan).

Tahun 2012, merupakan tahun kesedihan bagi mereka. Di negara bagian Rakhine, Myanmar itu telah terjadi kerusuhan etnis. Kedua suku,  Rakhine yang mayoritas beragama Budha terlibat konflik dengan suku minoritas Muslim Rohingya. Rumah minoritas dibakar, penduduknya dibunuh, bahkan diperkosa, sehingga banyak di antaranya mengungsi ke negara tetangga, termasuk ke Indonesia.

Menurut Tun Khin,  Presiden Organisasi Rohingya Muslim, sekitar 650 suku Rohingya tewas, 1200 hilang dan lebih dari 80.000 mengungsi. Tetapi menurut Pemerintah Myanmar, 78 orang tewas,  87 luka-luka, dan beribu-ribu rumah dibakar dan dihancurkan. Serta yang mengungsi lebih dari 52.000 orang. Sejak tahun 1982 Bengali Muslim dari Bangladesh, memang mengungsi ke wilayah itu, memperbanyak suku yang telah ada, dan banyak di antaranya belum menjadi warga negara Myanmar.

Sejarah suku Muslim di Arakan, nama waktu itu sudah ada sejak kedatangan pedagang Arab, Abad ke-8. Mereka mendiami pusat Arakan dekat Kota  Mrauk-U and Kyauktaw , juga di perbatasan  Mayu yang kemudian bergabung dengan mayoritas Suku Rohingya dekat wilayah Chittagong, Bangladesh.

Menurut data yang dilakukan penjajah Inggris, pada tahun 1891 saja sudah ada sekitar  58.255 penduduk Muslim di Arakan. Tahun 1911, meningkat menjadi 178.647.  Di awal Abad XX, penduduk India juga memasuki Birma, nama Myanmar waktu itu. Diperkirakan setahunnya datang ke sana seperempat juta orang. Tahun 1927 itu saja sudah 480.000 orang berimigrasi dengan jumlah penduduk Myanmar waktu itu hanya 13 juta jiwa.

Setelah Inggris mundur dari Myanmar,  setelah Perang Dunia II, pada 28 Maret 1942, sudah terjadi konflik kedua suku ini. Beribu-ribu Muslim, sekitar 5000 di Kota Munbya dan Mrohaung dibunuh suku Rakhine  dan Karenni. Jepang yang masuk ke Birma (Myanmar) tidak disukai mayoritas suku Muslim, sehingga tentara Jepang Birma banyak  membunuh suku Rohingya. Pada masa itu saja ada sekitar 22.000  suku Rohingya tewas. Konflik ini semakin meluas setelah Partai Mujahid yang didirikan para sesepuh Rohingya mendukung Gerakan Jihad di sebelah utara Arakan tahun 1947 dan mendirikan daerah Muslim di Arakan.

Jadi penduduk minoritas Muslim di Myanmar memiliki sejarah yang panjang. Sikap Indonesia setelah melakukan  komunikasi intensif diantara Menteri Luar Negeri ASEAN, atas usul dan inisiatif Indonesia, Menteri Luar Negeri ASEAN,  pada tanggal 17 Agustus 2012 telah menyepakati pernyataan bersama ASEAN dalam menyikapi perkembangan terakhir di Rakhine, Myanmar.

Pernyataan bersama disepakati setelah Menteri Luar Negeri RI berkomunikasi secara intensif dengan Menteri Luar Negeri Myanmar untuk membahas situasi terakhir di Rakhine State, Myanmar.

Dalam pernyataan tersebut Menteri Luar Negeri ASEAN mendukung berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Myanmar untuk mengembalikan situasi yang kondusif khususnya mengatasi situasi kemanusiaan di Rakhine, Myanmar.  Negara ASEAN senantiasa siap atas permintaan Pemerintah Myanmar untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada Myanmar untuk mengatasi situasi di Rakhine.

Menteri Luar Negeri ASEAN juga menggarisbawahi bahwa upaya untuk mengembangkan kehidupan yang harmonis dan menanamkan solidaritas nasional pada seluruh elemen masyarakat Myanmar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses demokrasi dan reformasi yang dilakukan Pemerintah Myanmar. Menlu ASEAN juga menyatakan keyakinannya dan harapan yang besar terhadap Pemerintah Myanmar bahwa proses demokrasi dan tranformasi politik yang berlangsung di Myanmar termasuk menciptakan kehidupan yang harmonis di antara berbagai komunitas di Myanmar tidak akan berjalan di tempat apalagi mundur.

Pernyataan bersama Menlu ASEAN merupakan hasil dari upaya konsisten Pemerintah Indonesia terhadap upaya penyelesaian permasalahan di Rakhine secara komprehensif dan konstruktif. Upaya ini melengkapi berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk membantu Myanmar dalam menyelesaikan konflik tersebut baik secara bilateral maupun dalam berbagai forum internasional termasuk menunjuk Bapak Yusuf Kalla sebagai utusan khusus Pemerintah Indonesia untuk masalah di Rakhine, Myanmar.

Sebagaimana diketahui, atas inisiatif Indonesia dan beberapa Negara ASEAN lainnya, KTT OKI yang berlangsung di Mekkah, Saudi Arabia tanggal 14-15 Agustus 2012 secara konstruktif telah mendorong Pemerintah Myanmar untuk menyelesaikan konflik di Rakhine State, Myanmar termasuk akan bermitra dengan ASEAN dalam mendorong penyelesaian konflik dimaksud.

Sebagai Negara yang memiliki pengalaman serupa, Indonesia memahami kompleksitas dan tantangan yang dihadapi Myanmar dalam menyelesaikan konflik tersebut. Indonesia telah, sedang dan akan terus mendorong Pemerintah Myanmar untuk dapat menyelesaikan permasalahan tersebut secara baik dan komprehensif serta mendorong Pemerintah Myanmar dalam proses rekonsiliasi dan penyelesaian secara damai berbagai konflik internal yang terjadi di Myanmar termasuk yang melibatkan etnis Rohingya.


Komentar