Memahami Cetak Biru Manusia




Kurang lebih tujuh tahun yang lalu, suatu malam dalam perjalan dengan kereta (seperti Comuter Jabodetabek) dari Yokohama ke Tokyo, duduk di depan saya seorang kakek yang tengah asyik membaca. Saya penasaran, buku apa yang dia baca. Setelah curi baca, ternyata dia membaca buku karya James D. Watson yang berjudul “Double Helix’s”.  Setelah selesai perjalanan, saya cari di google seperti apa buku tersebut. James D Watson adalah ahli zoologi yang bergerak dalam bidang biologi molekuler dan pemenang nobel kedokteran tahun 1962 (bersama fisikawan Francis Crick) untuk karyanya tentang struktur molekul asam nukleat dan makna yang terkandung di dalamnya untuk memahami kehidupan. Profesor James Watson sampai saat ini masih hidup sehat dengan usia 85 tahun. Sejak itu saya menjadi tertarik dan mencurahkan waktu saya untuk mengerti lebih jauh apa sebenarnya heliks ganda (double helix’s) itu.


            Jika kita berada di halaman rumah atau melihat pemandangan yang indah, mungkin kita bertanya, “Dari mana alam yang indah ini bermula? Apakah hanya kebetulan telah terjadi dari dulu kala, atau ada yang menciptakan?” Pertanyaan itu dapat di jawab jika kita mulai dengan mengetahui sebenarnya apa yang menyusun benda-benda di sekitar kita. Ambil misalnya sebuah batu, ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sudah dapat menjelaskan bahwa sebuah batu tersusun dari beberapa jenis benda yang lebih seragam yang disebut kristal. Kristal tersusun oleh molekul molekul yang berikatan secara teratur dan mantap. Kalau kita melihat lebih jauh lagi maka sebuah molekul tersusun dari atom-atom berbagai ukuran. Sedangkan atom terdiri dari inti atom serta ‘bulan’  (disebut electron) yang selalu mengelilinginya. Inti atom tersusun oleh partikel yang tidak bisa dibagi lagi yang dinamakan partikel elementer.  Elektron, partikel elementer, atom dan molekul adalah sesuatu yang tak kasat mata. Jangan heran bahwa ternyata benda yang ada disekitar kita tersusun dari sesuatu yang tak kasat mata.
            Bagaimana dengan tubuh manusia? Tubuh manusia terdiri dari sebuah benda yang sangat kecil yang dinamakan sel. Kita tidak bisa melihat sebuah sel dengan mata telanjang, tetapi karena mereka berjumlah puluhan triliun maka kumpulan sel tersebut menjadi kelihatan dalam wujud kita ini. Kira kira di setiap satu kilogram daging manusia itu tersusun dari satu triliun sel. Sampai saat ini belum ada perhitungan secara tepat berapa sebenarnya jumlah sel penyusun tubuh manusia itu. Barangkali benar apa yang dikatakan oleh Pierre de Fermat seorang filsuf Prancis yang mengatakan bahwa “kita hanya bisa mengerti kira-kira”. Di dalam sel terdapat apa yang disebut sebagai inti sel dimana dia berperan sebagai CPU dari sebuah computer yang dinamakan sel. Di dalam inti sel ini terdapat sebuah benda yang mirip seperti huruf x atau y dimana para ahli biologi menyebutnya kromosom. Kalau kita melihat lebih teliti lagi ternyata kromosom tersusun dari suatu bentuk seperti benang melilit (sering juga di sebut gen). Benang melilit tersebut ternyata tersusun atas molekul-molekul yang teratur yang dinamakan Deoxyribonucleic acid (DNA).  Material lain yang menyusun sel juga berbentuk molekul. Jadi sebenarnya semua benda yang ada di dunia ini terdiri atas molekul, tetapi jika mereka berkumpul akan menjadi benda yang berbeda-beda sifat-sifatnya, ada yang menjadi benda mati dan ada yang menjadi benda hidup. Adalah hal yang tidak masuk akal kalau kejadian seperti itu merupakan suatu yang kebetulan. Lalu siapa yang memberi kehidupan?
Secara umum molekul penyusun sel jasat hidup dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu molekul mikro dan molekul makro. Asam amino, nukleotida, monosakarida dan lain sebagainya disebut molekul mikro, sedangkan molekul makro adalah protein, asam nukleat dan polisakarida. Sistem molekul tersebut mempunyai sifat dan karakteristik yang unik sehingga membuat sistem hidup menjadi sangat rumit. Pada dasarnya sistem molekul tersebut mempunyai dua sifat utama yaitu sebagai pembangun metabolisme sehingga tubuh bisa melakukan aktivitas sehari-hari, yang diwakili oleh protein dan kedua adalah menurunkan sifat yang lakukan oleh DNA. Bagaimana sebuah sel akan membelah atau membangun dirinya sendiri ditentukan oleh resep yang dibuat di dalam DNA. Untuk dapat membayangkan bagaimana DNA bekerja marilah kita melihat bagaimana manusia terbentuk. Pada saat sperma bapak kita ketemu dengan indung telur ibu kita maka saat itu kita berbentuk sebuah sel saja. Lama kelamaan sel tersebut membelah menjadi dua, kemudian membelah menjadi empat, karena masing masing sel membelah menjadi dua maka seluruh akan menjadi delapan, kemudian enambelas, tiga puluh dua demikian seterusnya. Dalam sebuah cerita mahabarata seorang raja bernama Salyantaka mempunyai senjata berupa raksasa bernama condrobirowo. Jika raksasa itu dibunuh maka dia akan hidup lagi menjadi dua, jika dibunuh lagi akan hidup menjadi empat demikian seterusnya sampai medan pertempuran penuh dengan condrobirowo. Anehnya raksasa tersebut hanya bisa mati jika ujung panah di lapisi kain yang bertuliskan kalimat Kalimosodo dan dilepaskan oleh orang yang berdarah putih (orang suci). Beberapa dalang menterjemahkan Kalimosodo sebagai Kalimat Syahadat. Nah kembali ke sel tadi, sel–sel yang terus berkembang biak dengan kecepatan yang tak bisa di bayangkan akan membangun bagian bagian tubuh manusia. Ada yang menjadi rambut, tulang, hidung, mata dan lain sebagainya sampai suatu saat semuanya lengkap sehingga berwujud manusia yang utuh. Tidak ada yang tahu kenapa sel-sel tersebut yang tentu saja bentuknya sama akan bergabung membentuk mata, hidung dan kenapa tidak tertukar? Sel tersebut bekerja atas perintah dari inti sel dimana inti sel tersebut bekerja atas perintah kromosom dan kromosom bekerja atas perintah DNA tadi. Jadi DNA tak lain dan tak bukan hanyalah gerombolan molekul yang menentukan seperti apa suatu bangun (dalam hal ini manusia) berbentuk termasuk didalamnya sifat-sifatnya. Dengan kata lain DNA adalah cetak biru seorang manusia.
Saat ini ilmu pengetahuan tentang kehidupan berkembang sangat cepat sejalan dengan perkembangan teknologi informasi yang berbentuk eksponensial. Ilmu pengetahuan sekarang mempunyai kemampuan dan cara untuk membaca cetak biru dari tubuh manusia. Seperti apa sebenarnya bentuk dari DNA itu? Bagaimana kita melihat sesuatu yang tak kasat mata? Apakah kita bisa melihat DNA dengan mikroskop? Dengan mikroskop (termasuk mikroskop electron) anda dapat melihat dengan jelas suatu benda yang kecilnya sama dengan sebuah benang yang panjangnya satu meter kemudian dipotong potong sebanyak seratus ribu buah.  DNA terbentuk dari dua rantai molekul yang saling berpasangan. Cara berpasangannya tidak sembarang tapi berulir (heliks). Satu buah rantai yang istilah kerennya nukleotida terdiri dari tiga buah molekul yaitu gula, fosfat dan basa. Yang bertanggung jawab untuk mengikat satu nukleotida dengan nukleotida tetangganya adalah fosfat tetapi yang bertanggung jawab untuk mengikat dua rantai DNA adalah basa. Basa basa itu juga tidak sembarangan tetapi hanya punya empat jenis saja (ayah ibu dan dua anak?) yaitu adenine (A), guanine (G), thymin (T) dan cytosine (C). Jenis adenine dan guanine disebut purine (A-G) sedangkan jenis thymine dan cytosine disebut pyrimidine (T-C). Lebih aneh lagi ikatan basa tersebut hanya terjadi dari kelompok purine dan pyrimidine jadi A-G hanya berikatan dengan T-C. Kalau suatu basa A ketemu basa G maka dia tidak mau berikatan, A hanya mau berikatan dengan T atau C demikian seterusnya. Satu buah rantai DNA (nukleotida) besarnya sekitar 10 Angstrom atau kalau kamu punya benang sepanjang satu meter maka kamu harus membaginya menjadi satu milyar biji. Jadi dengan mikroskop kita tidak bisa melihat DNA. DNA dilihat dengan cara tidak langsung seperti menembakan sinar X dan lain sebagainya. Meskipun kecil sekali, ternyata DNA yang bentuknya pasangan rantai (ada tiga milyar nukleotida untuk setiap satu benang DNA), dia terpilin (seperti kabel telefon), terkoil dan di ‘zip’ (atau dikompres dalam istilah computer) sehingga jika DNA dari seluruh tubuh manusia disambungkan dan di tarik sebagai benang untuk menaikkan layang-layang maka panjangnya mencapai tujuh puluh kali jarak antar Bumi sampai Matahari. Dalam rantai sepanjang itu tersimpan aneka variasi pasangan basa (disebut kode genetic) dimana variasi pasangan itu berisi informasi atau resep seperti apa bentuk dan sifat manusia.
            Pada dasarnya kode gentik ini adalah suatu intruksi untuk membentuk protein. Protein ini banyak sekali macamnya ada yang membentuk tulang, ada yang membentuk insulin, menyebabkan terjadinya reaksi kimia dalam tubuh dan lain sebagainya. Jika kita menjadi manusia yang sangat jenius sehingga bisa mempelajari satu protein hanya dalam waktu satu jam maka kita akan mengerti semua protein manusia selama tiga ratus tahun. Dalam kenyataannya satu protein saja tidak bisa dimengerti sepenuhnya dalam satu generasi manusia.  Protein seperti apa yang akan terbentuk di tentukan oleh kode kode genetik tadi. Untuk membaca resep tadi maka suatu gerombolan molekul yang bernama ribonucleic acid (RNA) mendekati DNA dan membuka ulir ganda kemudian membaca kode genetik sesuai dengan pesanan. Resep ini kemudian dimasak untuk menjadi makanan oleh protein. Penjelasan ini memang sulit untuk dituangkan dalam kata-kata. Jika anda ingin mengetahui lebih lanjut maka dapat dilihat di youtube. Sudah banyak animasi yang dilakukan ilmuwan untuk menjelaskan berbagai macam proses ini.
Penemuan terbaru menunjukkan bahwa DNA kita atau gen kita tidaklah tetap. Itu artinya bahwa sifat-sifat seperti kecerdasan, bakat dan lain sebagainya yang di turunkan oleh orang tua bukanlah suatu ‘takdir” yang harus seperti itu. Kita bisa membangunkan bagian dalam DNA kita yang masih tersembunyi. Kode genetik (susunan pasangan asam basa) yang aktif untuk kehidupan hanyalah lima sampai sepuluh persen dari total kode genetik kita. Yang lainnya masih tersembunyi dimana dahulu ilmuwan menyebutnya DNA sampah. Pada hakekatnya semua manusia mempunyai struktur (bentuk molekul)  DNA yang sama sehingga dapat dikatakan manusia mempunyai kecerdasan yang sama. Yang membedakan adalah jenis  dan kekuatan tersebut yang dinyatakan dalam kode-kode genetik tidak muncul dengan kekuatan dan jumlah yang sama. Jika saya tidak bisa musik itu bukan karena saya tidak mempunyai bakat musik tetapi karena kode genetik kemampuan bermusik tersembunyi di dalam untain DNA saya. Penemuan ini tentu saja membuat terkejut atau meradang, orang orang yang percaya bahwa bakat dan kemampuan seseorang diturunkan dari nenek moyangnya. Bakat dan kecerdasan itu sudah takdir katanya. Ilmu biologi molekuler telah membuka cakrawala baru tantang bakat, kecerdasan bahkan asal usul manusia dimana hal ini sangat mengusarkan penganut fantik Darwinian.

Bagaimana membangkitkan kode yang tersembunyi?. DNA bekerja dengan cara menerima pesan dari suatu molekul pembawa pesan yang kita suruh (tentu saja ini bekerja secara otomatis) dengan cara melakukan replikasi dan transkripsi (pembacaan kode gentik). Penjelasan tersebut hanya bisa dilakukan jika kita melihat DNA sebagai suatu benda yang dinamik. Sebagai contoh, proses pembacaan kode gentik misalnya,  dilalui dengan membukanya untaian ulir ganda dan kemudian dibaca oleh molekul pembawa pesan. Proses ini disebut transkripsi dimana di dalam tubuh manusia proses ini dilakukan oleh
protein dengan cara mengirimkan RNA ke DNA yang dituju. Secara buatan pembacaan DNA dapat dilakukan untuk kepentingan pemetaan atau pencocokan gen dari dua DNA, misalnya uji DNA untuk keperluan penyelidikan perkara criminal atau rebutan anak. Secara fisis proses ini adalah pemisahan DNA yang mempunyai struktur ulir ganda menjadi DNA yang mempunyai struktur tunggal. Dalam praktek proses ini yang biasanya dilakukan dengan memanaskan DNA dinamakan denaturasi. Penelitian yang saya lakukan dimana saya membuat model dari first principle yaitu model dimulai dari hukum fisika yang paling dasar,  menunjukkan bahwa gaya eksternal berpengaruh kuat terhadap proses denaturasi baik untuk kasus gaya yang konstan, gaussian dan yang bersifat periodik. Jika kita memperhitungan dua efek lingkungan yaitu berupa gaya (tekanan pada DNA) serta hambatan (istilah kerennya damping) maka pembukaan atau proses transkripsi akan menjadi optimal jika terjadi keseimbangan antara gaya dan damping. Gaya yang paling optimal adalah jenis gaya yang periodic bukan gaya yang meledak-ledak atau konstan. Secara fisika menunjukkan bahwa keseimbangan gaya luar dan damping akan memberikan gerakan harmonic di dalam proses transkripsi sehingga proses itu akan berjalan semakin cepat dan semakin kuat. Proses transkripsi terjadi setiap detik di tubuh manusia yang berkaitan dengan aktivitas kita seperti berlari, berfikir dan sebagainya.
            Hasil penelitian menunjukkan bahwa suatu DNA sampah dapat di aktifkan oleh lingkungan. Penelitian dengan menggunakan bakteri E Coli menunjukkan bahwa bakteri tersebut yang biasanya makan glukosa setelah diberikan kondisi lingkungan tertentu maka dia akan makan laktosa sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Penelitian lanjutan semakin mendukung kenyataan di atas. Contoh sederhana dalam keseharian kita adalah, banyak orang yang tadinya biasa biasa saja atau dianggap telah gagal dapat menjadi luar biasa di tempat lain. Orang tersebut berhasil mengaktifkan gen yang tersembunyi sehingga membuat mereka menjadi sukses. Kerja keras serta silahturahmi yang menimbulkan efek bahagia juga di yakini dapat membangkitkan kode genetik kita yang tersembunyi. Dr Murakami berdasarkan pengalaman pribadinya mengajukan gagasan yang cukup revolusioner yaitu gen positif dapat secara efektif di bangkitkan dengan cara memberi dan memberi. Memberi sesuatu seperti orang buang air, sudah sewajarnya tanpa mengharap balasan termasuk kekayaan. Uang bukan digunakan untuk diri sendiri tetapi membuat lingkungan lebih baik. Tujuan biasanya akan tercapai jika kita telah melakukan perbuatan yang sepertinya tidak akan ada balasannya. Selain itu menempatkan posisi diri kita dalam posisi tertekan juga dapat membangkitkan gen positif. Semua orang sukses selalu berani mengambil resiko yang berarti mereka berada dalam posisi tertekan. Tapi sebenarnya seperti apa orang sukses? Apakah orang seorang pengusahan sukses atau ilmuwan yang dapat hadiah nobel? Dari sudut pandang DNA kesuksesan tidak berkaitan dengan materi seperti yang ada dalam presepsi masyarakat. Jika gen positif itu aktif maka manusia akan bahagia dalam hidupnya, kelimpahan materi hanyalah efek yang bersifat sunnah.
            Telah disinggung diatas bahwa setiap manusia mempunyai kode-kode yang spesifik sehingga tidak akan ada manusia yang sama persis. Itu artinya setiap individu adalah unik dan istimewa. Tetapi sangat jarang manusia yang paham akan keunikan dirinya. Kalau manusia itu paham akan keunikan dirinya dan dia berada dalam lingkungan yang cocok maka potensi gen yang positif akan teraktifkan. Sistem pendidikan di Negara Negara maju termasuk kita, tidak menghargai keunikan individu. Mereka menuntut semua orang mempunyai standard yang sama. Stadarisasi itu menuntut setiap individu untuk mengahapal dan mengikuti cara kerja yang sama dengan jawaban yang juga sama. Inovasi akan muncul di tempat yang tidak mempunyai jawaban serta ketidaktahuan kita. Banyak pemenang nobel bukanlah siswa yang cemerlang dengan nilai A plus, tetapi rata-rata biasa saja dan juga bukan orang jenius. Hideki Yukawa seorang pemenang nobel fisika mempunyai penyakit rendah diri dan kesulitan belajar yang akut pada masa remaja. Pengetahuan dasar di perlukan hanya sebatas untuk pijakan dasar tetapi selebihnya diperlukan kreativitas dan inovasi. Barangkalai menjadi generalis lebih berpeluang menjadi inventor daripada spesialis. Tetapi pada hakekatnya inovasi dapat terjadi jika gen positif kita menjadi aktif. Kemajuan dunia dimasa datang menuju kearah dimana setiap individu harus mampu mengembangkan keunikan mereka.  Kalau kita menyadari bahwa sembilan puluh persen kode genetik kita tidak aktif maka sebenarnya kita mempunyai potensi yang luar biasa besar. Potensi yang ada sekarang ini sebagai akibat respon kita terhadap lingkungan dan dibatasi pengetahuan yang kita anggap mutlak termasuk didalamnya pengetahuan kita tentang agama.  Kita sebenarnya jauh lebih hebat daripada yang kita duga.
Prof Murakami dari Institute for the Study of the Mind-Gene Relationship  tengah melakukan suatu penelitian bahwa kebahagiaan, keceriaan, inspirasi, rasa syukur dan doa dapat mengaktifkan gen-gen yang bermanfaat.  Itu penelitian yang sangat sulit seperti penyatuan hukum alam menjadi suatu teori tunggal (Grand Unified Theory) dalam fisika.  Kita berharap penelitian tersebut akan terbukti. Jika itu terbukti maka kita akan tahu secara kuantitatif bagaimana pikiran atau lebih umum psikis berpengaruh terhadap kehidupan manusia terutama kesehatan. Nantinya pengobatan suatu penyakit tidak hanya melalui pengobatan konvensional tetapi mengunakan pola fikir dan hati kita, tentu saja secara kuantitatif seperti orang minum obat.  Pengobatan semacam ini akan menuntut seorang dokter menjadi manusia yang “sempurna”.  ( Mungkin ini menjadi tidak mengenakkan bagi beberapa orang karena seorang dokter akan mengambil sebagian pekerjaan ustad atau lembaga konseling ). Bagaimana caranya? Itu masih merupakan pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Tentu saja kita tidak perlu menunggu kapan hal itu terjadi tetapi mulailah kita berusaha menemukannya secara mandiri dengan mempraktekannya setiap hari. Apakah benar dengan banyak berdoa, berpikiran positif, ceria dan selalu mempunyai rasa syukur akan membuat badan menjadi lebih sehat?

Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh Bumi dan dari diri mereka sendiri maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.
Yaasiin, 36.

A.  Sulaiman
(ICMI Otda Depok)

Catatan: Tulisan diatas bukanlah hasil pemikiran saya sendiri tetapi dari berbagai informasi berupa buku popular dan buku daras tentang biologi molekuler, internet, jurnal ilmiah serta penelitian saya sendiri. Dua sumber utama tulisan ini adalah K. Murakami, The Divine Massage of The DNA, Mizan 2007 dan A. Sulaiman “Efek Disipasi Kuantum pada Dinamika Vibrasi Model Protein Davydov-Scott dan DNA Peyrard-Bishop  Disertasi Doktor, Program Studi Fisika, Institut Teknologi Bandung (2012).

Komentar